Pendidikan Dan Budaya

Ahli Epidemiolog Unsoed : Begini Kriteria Selesai Isolasi dan Sembuh Pasien Covid-19

PURWOKERTO, detakjateng – Penyakit merupakan musibah yang sebenarnya bisa dicegah. Pencegahan dilakukan dilakukan dengan mengubah perilaku dan menjaga gaya hidup sehat. Kita hanya bisa berharap agar masyarakat semuanya bersungguh-sungguh menghadapi pandemi Covid-19. Kesehatan diri harus dijaga dan protokol harus dipatuhi. Tes yang masif, pelacakan, dan isolasi sangat krusial bagi pengendalian pandemi, selain penerapan protokol kesehatan yang ketat. Semakin banyak yang belum ikut protokol.

Ahli Epidemiologi Lapangan (Field Epidemiology) Unsoed, dr.Yudhi Wibowo M.Ph memaparkan, saat ini diduga masih ada penolakan di antara masyarakat terhadap pasien yang telah menjalani perawatan dan dinyatakan memenuhi kriteria selesai isolasi dan kriteria sembuh karena tidak ada hasil pemeriksaan Rt-PCR negatif. Terkait hal ini maka diperlukan pemahaman kepada masyarakat bahwa ketentuan selesai isolasi atau sembuh telah diatur dalam pedoman pencegahan dan penanggulangan Covid-19 yang diterbitkan oleh Kemenkes RI. 

Untuk memberikan pemahaman terhadap hal tersebut, maka dapat dijelaskan antara lain, dengan penularan Covid-19 di komunitas yang semakin meluas, maka kriteria awal (sebelum terbit rekomendasi WHO tanggal 27 Mei 2020) menimbulkan beberapa tantangan yaitu: Isolasi jangka panjang bagi individu dengan deteksi viral load dalam waktu lama setelah gejala hilang, mempengaruhi kesejahteraan individu, masyarakat, dan akses ke pelayanan kesehatan.

Kapasitas testing yang tidak memadai untuk memenuhi kriteria awal discharge, jumlah virus yang dalam jangka panjang berada di sekitar batas deteksi, menyebabkan hasil pemeriksaan lab semula negatif menjadi positif, hal ini tidak serta merta menimbulkan keraguan terhadap hasil laboratorium.

Dosen Fakultas Biologi Unsoed ini juga menjelaslan pemahaman terkini tentang risiko penularan seperti nfeksi Virus SARS-CoV-2 (Virus penyebab Covid-19) dipastikan dengan adanya RNA virus yang terdeteksi melalui testing molekuler, biasanya RT-PCR. 

” Deteksi RNA virus tidak selalu berarti seseorang infeksius dan dapat menularkan virus ke orang lain. Faktor-faktor yang menentukan risiko penularan termasuk apakah virus masih mampu bereplikasi, apakah pasien memiliki gejala, seperti batuk, yang dapat menyebarkan droplet infeksius, dan perilaku serta faktor lingkungan yang terkait dengan individu yang terinfeksi. Biasanya 5 – 10 hari setelah terinfeksi SARS CoV-2, individu yang terinfeksi mulai secara bertahap memproduksi antibodi. Pengikatan antibodi ini diharapkan dapat mengurangi risiko penularan virus,” ujarnya.

Beberapa penelitian menganalisis risiko penularan terkait onset (menggambarkan waktu permulaan munculnya suatu penyakit) gejala, dan risiko penularan diperkirakan tertinggi pada atau sekitar waktu onset gejala dan dalam 5 hari pertama penyakit.
Meskipun RNA virus dapat dideteksi oleh PCR bahkan setelah resolusi gejala, jumlah RNA virus yang terdeteksi secara substansial berkurang dari waktu ke waktu dan umumnya di bawah ambang batas di mana virus replikasi yang kompeten dapat diisolasi. Oleh karena itu, kombinasi waktu setelah timbulnya gejala dan pembersihan gejala tampaknya menjadi pendekatan yang umumnya aman berdasarkan data saat ini.

Berdasarkan bukti yang menunjukkan kelangkaan virus yang dapat dibiakkan dalam sampel pernapasan setelah 9 hari dari onset gejala, terutama pada pasien dengan penyakit ringan, biasanya disertai dengan peningkatan kadar antibodi dan resolusi gejala, tampaknya aman untuk bebas isolasi berdasarkan kriteria klinis yang memerlukan waktu isolasi minimal 13 hari, bukan secara ketat pada hasil PCR berulang. Penting untuk dicatat bahwa kriteria klinis mengharuskan gejala pasien telah diatasi setidaknya tiga hari sebelum dilepaskan dari isolasi, dengan waktu isolasi minimum 13 hari sejak onset gejala (Ana Nurani/an).

Lainnya

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

two × five =

Back to top button